A. Keadaan
Politik di Indonesia
1. Masa
Orde Baru
Masa Orde Baru ditandai dengan pelantikan Jenderal Soeharto
sebagai Pejabat Presiden RI pada 12 Maret 1967 untuk menggantikan posisi
Presiden Soekarno. Pemerintahan Orde Baru adalah suatu penataan kembali seluruh
kehidupan bangsa dan negara serta menjadi titik awal koreksi terhadap
penyelewengan pada masa yang lalu. Oleh karena itu, di era Orde Baru harus
diadakan stabilisasi politik demi kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional.
Pada
masa orde baru Soeharto secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang
ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966,
tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Langkah berikutnya tanggal 18 Maret 1966 yaitu pengamanan dan penangkapan
terhadap lima belas mentri Kabinet Dwikora yang terlibat dalam persitiwa di
tahun 1965. Kelimabelas mentri tersebut adalah : Dr. Soebandrio, Dr. Chairul
Saleh, Ir. Setiadi Reksoprodjo, Sumardjo, Oei Tju Tat, SH., Ir. Surachman,
Yusuf Muda Dalam, Armunanto, Sutomo Martopradoto, A. Astrawinata,SH., Mayor
Jenderal Achmadi, Drs. Moh. Achadi, Letnan Kolonel Sjafei, J.K. Tumakaka, dan
Mayor Jendral Dr. Soemarno.
Langkah berikutnya adalah pada tanggal 25 Juli 1966 tentang
pembentukan Kabinet Ampera sebagai pengganti Kabinet Dwikora. Adapun tugas
pokok dari Kabinet Ampera dikenal dengan nama Dwidharma yaitu dalam rangka
mewujudkan stabilitas politik dan ekonomi. Dalam melaksanakan tugas ini maka
penjabarannya tertuang dalam program Kabinet Ampera yang dikenal dengan nama
Catur Karya, meliputi:
1.
memperbaiki
perikehidupan rakyat, terutama dalam bidang sandang dan pangan;
2. melaksanakan pemilihan umum dalam
batas waktu seperti tercantum dalam Ketatapan MPRS No.XI/MPRS/1966;
3. melaksanaka politik luar negeri yang
bebas dan aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan Ketatapan MPRS
No.XI/MPRS/1966, dan;
4. melanjutkan perjuangan anti
imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 melaksanakan persetujuan
normalisasi hubungan dengan Malaysia, yang pernah putus sejak 17 September
1963. Persetujuan normalisasi hubungan tersebut merupakan hasil perundingan
Bangkok (29 Mei – 1 Juni 1966).
Pada masa orde baru terjadi penyelewengan-penyelewengan
selama masa jabatan Soeharto, yaitu :
1. Pemilu
di laksanakan hanya sekali untuk memilih partai. Dan hanya ada tiga partai yang mengikuti Pemilu
tersebut yaitu PDI, Golkar, dan PPP. Meskipun demikian partai penguasa (Golkar)
menjadi pemenang dalam pemilu tersebut dengan mengusung peresiden Soeharto pada
SU MPR
2. Tidak
ada pemilihan presiden dan wakil peresiden serta anggota legislatif secara
langsung.
Namun pada tahun 1998 terjadi gejolak politik di Indonesia.
Banyak himpunan mahasiswa yang mengadakan unjuk rasa secara besar-besaran
karena terjadi kecurangan-kecurangan dalam pemerintahan Soeharto.
Maka,mahasiswa-mahasiswa tersebut mendesak Soeharto untuk turun dari
jabatannya, dan pada tanggal 21 Mei 1998.
2.
Masa
Reformasi
Setelah turunnya Soeharto, kembali tumbuh masalah baru. Presiden
berikutnya yaitu B.J Habibie mengumumkan untuk membuka kran demokrasi
selebar-lebarnya yang artinya masyarakat Indonesia bebas untuk melakukan apapun
dalam halnya berbicara, bertindak dan melakukan kreativitas yang menunjang
untuk dirinya sendiri, masyarakat serta bangsa dan negara. Setelah adanya
pembukaan kran demokrasi yang luas seperti ini, masyarakat Timor Leste seakan
mendapatkan kebebasan untuk memerdekakan tanah mereka yang selama ini hanya
dimanfaatkan oleh Soeharto dalam masa orde baru. Hal ini dikarenakan pada masa
orde baru tidak melakukan pembangunan apapun di tanah Timor Leste setelah hasil
kekayaan mereka dimanfaatkan oleh pusat sehingga memunculkan rasa ketidakadilan
masyarakat Timor Leste.
Penyebab ini yang akhirnya mengakibatkan rakyat Timor Leste menginginkan
untuk lepas dari NKRI. B.J Habibie selaku kepala negara saat itu mengadakan
jajak pendapat untuk kebaikan kedua belah pihak. Timor Leste akhirnya lepas
dari pangkuan ibu pertiwi.
Hal diatas sedikit banyak mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia
tentang arti demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Kejadian lepasnya Timor
Leste dari NKRI menunjukkan bahwa rapuhnya sistem demokrasi yang dibangun oleh
Indonesia saat itu. Pembangunan nilai demokrasi yang seharusnya diawali dari
pemerintahan saat itu guna menjaga dan menyosialisasikan nilai demokrasi
sebenarnya tidak menggunakannya dengan benar. Sampai pada akhirnya berganti
Presiden hingga saat ini.
Pada masa reformasi terjadi perubahan pada system pemilu yaitu:
1.
Dilaksanakan dengan 2 hingga 3 tahapan(
1 tahapan untuk memilih parpol atau anggota legislati. Tahapan 2 yaitu memilih
presiden dan wakil presiden dengan jumlah partai mencapai 24 parpol ( pemilu
2004 ) dan 34 parpol (pemilu 2009)
2.
Pemilihan presiden dan wakil presiden
serta pemilihan anggota legislatif secara langsung oleh rakyat.
B. Keadaan
Ekonomi
1. Masa
Orde Baru
Pada
awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 % per tahun. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana
dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan
pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka
dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi
pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur
tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam
kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan
sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini
adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai
berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan.
Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan
pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan
yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun). Hasilnya, pada tahun 1984
Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan
indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan
penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat.
Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah
kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
2. Masa
Reformasi
Mengawali masa reformasi di
Indonesia yang dipimpin oleh BJ.Habibie. presidenBJ. Habibie belum melakukan
maneuver-manuver yang tajam dalam bidang ekonomi.Kebijakannya diutamakan untuk
mengendalikan stabilitas politik. Pada masa Presiden Abdurahman Wahid juga belum
ada tindakan untuk menyelamatkan Negara dari keterpurukan akibat dari krisis
yang di alami pada masa Orde Baru. Padahal ada beberapa persoalan ekonomi yang
harus dihadapi seperti KKN, pemulihan ekonomi, kinerjaBUMN, pengendalian
inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Keterlibatan presidendalam skandal
Brunei gate yang menjatuhkan kredibilitasnya dimata masyarakat menyebabkan kepemerintahannya di
ambil alih oleh Presiden Megawati Soekarno putri.Masa kepemimpinan Megawati
Soekarno putri terdapat masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan yaitu
adalah pemulihan ekonomi dan penegaka hokum.Kebijakan-kebijakan yag ditempuh
untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a. Meminta penundaan pembayaran utang
sebesar US$ 5,8 Milyar padapertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luarnegeri sebesar Rp. 116,3 Triliun.
b. Kebijakan privatisasi BUMN.
Privatisasi adalah menjual perusahaan Negaradi dalam periode krisis dengan
tujuan melindungi perusahaan Negara dari 8 intervensi kekuatan-kekuatan politik
dan mengurangi beban Negara. Hasilpenjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi4,1%. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yangdi privatisasi dijual ke perusahaan asing.
Pada
masa ini juga direalisaskan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi),tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi itu
sendiri. Padahalkeberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali
untuk menanamkanmodal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan
nasional.Masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah muncul
suatukebijakan yang kontroversial yaitu adalah mengurangi subsidi BBM dengan
alasannaiknya harga minyak dunia dan subsdi BBM dialihkan ke sektor pendidikan dankesehatan.
Denga adanya kebijakan kontroversial yang pertama timbullah kebijakankedua
yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin, namun BLTbanyak
yang tidak sampai ke tangan yang berhak menerima bantuan tersebut. Denganbegitu
malah menimbulkan berbagai masalah sosial.
Setelah krisis ekonomi pada tahun
1997, maka laju pertumbuhan ekonomi diIndonesia turun drastis hingga mencapai
-13,16%. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesiapada era reformasi sekitar tahun
1999-2005 mencapai rata-rata 4.15%. Dari data di ataskelihatannya ekonomi
Indonesia pada tahun itu memiliki prospek membaik yaitu denganterus
meningkatnya laju pertumbuhan di masa depan. Antara tahun 1999-2005 sektor
riilbertumbuh sekitar 3,33% sedangkan sector non-riil sekitar 5,1%. Pertumbuhan
ekonomi yang seperti itu bisa dibilang pincang karena semestinya sector
non-riil bertumbuh untuk melayani sector riil yang bertumbuh. Pada
tahun-tahun sekitar tahun 2002-2005 sektoryang tinggi pertumbuhannya adalah:
pengangkutan, keuangan, bangunan, danperdagangan. Namun, pada saat yang sama
tingkat pengangguran terbuka pada mulanyaturun tetapi sejak tahun 2002
cenderung naik. Hal ini sangat ironis, karena pertumbuhanekonomi pada kurun
waktu yang sama berada di atas 5%. Persentase orang miskin diIndonesia pun pada
tahun 2005 bertambah. Hal ini disebabkan oleh sector yangbertumbuh itu adalah
sekto non-riil bukan sector riil. Karena apabila sector riil
tidak berkembang, maka pasar sector non-riil aka cepat jenuh yang seperti
itu bisa dibilang pincang karena semestinya sector non-riil bertumbuh
untuk melayani sector riil yang bertumbuh. Pada tahun-tahun sekitar tahun
2002-2005 sektoryang tinggi pertumbuhannya adalah: pengangkutan, keuangan,
bangunan, danperdagangan. Namun, pada saat yang sama tingkat pengangguran
terbuka pada mulanyaturun tetapi sejak tahun 2002 cenderung naik. Hal ini
sangat ironis, karena pertumbuhanekonomi pada kurun waktu yang sama berada di
atas 5%. Persentase orang miskin diIndonesia pun pada tahun 2EKO005 bertambah.
Hal ini disebabkan oleh sector yangbertumbuh itu adalah sekto non-riil bukan
sector riil. Karena apabila sector riil tidak berkembang, maka pasar
sector non-riil aka cepat jenuh.
Pertumbuhan
ekonomi di Indonesia sejak tahun 1998 mengarah pada pertumbuhanyang tidak
berkualitas. Pertumbuhan yang tidak berkualitas adalah apabila sector
yangdominan pencipta pertumbuhan itu adalah bukan sector riil dan bukan sector
basis.Misalnya, yang bertumbuh itu adalah sector listrik, bangunan,
perdagangan,pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan, social,
perorangan), dimanakegiatan itu ditujukan untuk memnuhi kebutuhan local/dalam
negeri.
Dari
berbagai fakta yang telah disebutkan terdahulu, laju pertumbuhan ekonomiyang
terus menerus rendah sejak era reformasi, pertumbuhan yang tidak
berkualitas,kondisi prasarana yang tidak memadai, rendahnya minat investor
menanamkan modalnyadi sector riil, serta factor kondisi global, maka dapat
disimpulka bahwa ekonomiIndonesia telah
Terperangkap
pada pertumbuhan rendah (Low Growth Trap). Artinyasetelah ada peningkatan
sekitar hingga 4-5%, maka peningkatan menjadi tersendat. Halini berarti ke
depannya laju pertumbuhan ekonomi akan tetap rendah, tingkatpengangguran
terbuka tetap tinggi, jumlah orang miskin akan tetap besar dan cenderung.
Sejak era reformasi pertumbuhan ekonomi
di indonesa tidak pernah lagi mencapai6%. Dalam kondisi normal pertumbuhan itu
berkisan 4-5%. Resiko dari pertumbuhanekonomi yang rendah adalah terciptanya
dikotomi dalam mendapatkan peluang ekonomiatau pendapatan. Dikotomi sendiri
artinya adalah pembagian atas dua kelompok yangsaling bertentangan. Akan ada
dua dikotomi yaitu dikotomi dalam kehidupan masyarakatdan dikotomi antara
daerah yang banyak/masih memiliki potensi ekonomi dan daerahyang tidak lagi
memiliki banyak potensi ekonomi. Dikotomi dalam kehidupanmasyarakat dapat
diuraikan sebagai berikut. Dalam kondisi investor asing da investorbesar dalam
negeri tidak ingin menanamkan modalnya di sector riil di Indonesia,sehingga
investasi tidak meningkat secara tajam dan lapangan kerja formal tidak
banyak bertambah, maka cepat atau lambat akan terjadi dikotomi dalam
kehidupa atauperekonomian masyarakat. Masyarakat yang memiliki sumber daya
adalah pemilik modaltermaksud pemilik lahan yang memadai atau yang memiliki
keahlian atau keterampilanyang keahliannya dibutuhkan pasar. Masyarakat seperti
itu akan tetap terus dapatberkembang karena mereka mampu menabung/mengakumulasi
modal sehingga akanterus dapat memperluas kegiatannya/sumber pendapatannya.
C. Keadaan
Sosial-Budaya
1. Masa
Orde Baru
Pada
masa Orde Baru terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang bersifat
diskriminatif, seperti Surat Edaran No.06/Preskab/6/67 yang memuat tentang
perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan Cina
harus mengubah nama Cinanya menjadi nama yang berbau Indonesia, misalnya Liem
Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Selain itu, penggunaan bahasa Cinapun
dilarang.
2. Masa
Reformasi
Pada
masa reformasi terjadi perubahan keadaan social-buadaya dari masa orde baru,
yaitu :
·
Partisipasi sosial kalangan etnis
Tionghoa sangat menonjol. Pada umumnya mereka aktif bergerak di bidang
pendidikan dan kesehatan. Banyak sekali orang-orang Tionghoa yang memilih
profesi sebagai guru, dosen, profesor, dokter, insinyur, pengacara, hakim,
jaksa, advokat, bahkan polisi dan tentara. Mereka mendirikan berbagai sekolah
mulai dari TK sampai SMA dan berbagai universitas.
·
Di bidang pendidikan mereka banyak
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari kursus bahasa Inggris,
Mandarin, komputer sampai akademi dan universitas. Kalangan mudanya secara
aktif mulai memasuki bidang-bidang profesi di luar wilayah bisnis semata
No comments:
Post a Comment